Monday, January 11, 2016

The Broken Jug: Tanah dan Mawar

Share it Please

 This text is the translation of “Toprak ve Gül.”
Teks ini terjemahan dari “Soil and Rose”
Khotbah minggu ke 2 bulan Januari 2016

Pertanyaan: Dalam karyanya, Gulistan, Sheikh Sadi menyatakan: "Jadilah tanah, sehingga anda menumbuhkan mawar, tidak ada selain tanah yang dapat menumbuhkan mawar." Apakah makna yang ditunjukan dari pepatah inidalam kaitannya dengan pemahaman kita tentang kehambaan kepada Allah?

 
Jawaban: Jika kita melihat dahulu arti harfiah pepatah ini, kita dapat mengatakan hal berikut:
 
Mawar hanya bisa tumbuh di tanah. Karena mawar tidak mungkin tumbuh dari granit, marmer atau besi, mawar juga tidak bisa tumbuh dari perak, emas, intan atau batu delima ​​meskipun bahan-bahan tersebut dipegang oleh orang-orang yang begitu berharga.
Sesungguhnya, orang-orang dimakamkan di tanah ketika mereka mati, menunjukkan arti yang sama. Tubuh orang yang sudah meninggal tidak menghilang melainkan terkubur didalam tanah sehingga tumbuh mawar dunia lain. Anda dapat menghubungkannya dengan kebenaran tentang tulang ekor yang terakhir atau interpretasi lainnya. Manusia mengandung esensi bahwasanya Allah SWT membangkitkan mereka melaluinya. Namun, salah orang yang telah membiarkan rohaninya membusuk di dunia ini, tidak akan dapat tumbuh sebagai mawar di surga.
 
Puncaknya Kehambaan: Sujud
Tanah merepresentasikan kesederhanaan dan kerendahan hati. Meskipun ia diinjak-injak, dengan izin dan rahmat Allah, ia  berfungsi sebagai sumber kehidupan bagi manusia dan makhluk lainnya. Oleh karenanya, jika seseorang seperti tanah, selama ia selalu sederhana dan menganggap dirinya tak ada apa-apanya meski posisinya telah dianggkat, selama ia tetap menjadi seorang hamba yang rendah hati dihadapan Allah, maka ia akan selalu bangkit dan menghasilkan buah. Namun, seorang yang bermegah-megahan dan terus-menerus mengejar kemegahan lainnya suatu saat akan jatuh tersungkur.
 
Dalam hal ini, seseorang harus bersikap rendah hati seiring dengan nikmat dan berkah yang Allah telah limpahkan kepadanya. Anda dapat menggambarkan hakikat ini dengan merenungkan gerakan-gerakan penuh makna dalam shalat. Misalnya, seseorang yang melakukan takbiratul ihram sembari mengucap, "Allahu Akbar," melihat posisinya di hadapan Allah sebagaisesuatu yang sama sekali tidak ada apa-apanya dan disertai dengan kerendahan hati menundukan diri dihadapannya dengan penuh penghormatan. Setelah itu orang tersebut berkata, “Wahai Tuhanku, hamba sangat besryukur kepadamu, karena engkau telah memberiku kesempatan untuk menyembahmu. Sungguh Engkau yang maha besar! Sungguh engkau yang maha mulia! Karena hanya engkaulah yang maha agung, aku tidak ada apa-apanya dihadapanmu. Kiranya diriku tak mampu mencurahkan perasaan ini disaat aku berdiri. Disinilah aku merendahkan diriku dihadapanmu serendah-rendahnya.” Dengan perasaan ini, orang tersebut kemudian bersujud dihadapan tuhannya, kemudian ia berkata: “ Ya Allah, segala rasa syukur ku sampaikan padamu karena engkau telah mengkaruniakanku kesempatan untuk menyembahmu. Engkaulah yang maha besar, engkaulah yang maha mulia!” kemudian iapun bangkit dan duduk dengan penuh harap. Seakan orang tersebut menangkap secerca sinar-Nya, ia pun menyadari sujud pertamanya tidaklah cukup dan bersujud kembali.
 
Ingalah sabda dari kebanggaan umat manusia, Nabi Muhammad saw.: "sedekat-dekatnya seorang hamba tuhan kepada tuhannya ialah ketika ia bersujud," Beliau menyatakan bahwa tak ada keadaan yang lebih dekat dengan tuhannya selain pada saat bersujud. Hakikat ini diungkapkan dalam sebuah puisi sebagai:
Kepala serta kedua kaki baik menyentuh tanah, sejadah mencium dahi.

Untuk kedekatan dengan
Allah, inilah jalannya.


No comments:

Post a Comment

Social Share Icons

Blogroll

About