Cerpen.
Mendengar kata “cerpen” bisa jadi dikonotasikan sebagai suatu discourse kehidupan seorang pengarang
yang dibesar-besarkan. Tapi ya itulah urat nadinya. Dalam cerpen kali ini akan berkisah
tentang sebuah mukzizat yang rumit dalam sejarah dunia, ialah cinta, cinta yang
agung. Cinta yang agung nyaris selalu berakhir dengan kegagalan. Sejarah literature
telah mencatat banyak bukti: Romeo-Juliet, Kais-Laila, Sam Pek-Eng Tay,
Pronocitro-Rara Mendut, dan dikalangan Sunda ada Diah Pitaloka Citraresmi
dengan Saniscara yang tampan, misalnya. Dunia yang penuh kenistaan nampaknya
tak sanggup menampung kehadiran cinta yang agung dalam berbagai bentuk perwujudannya.
Jika pun cinta masih dapat hidup di dunia fana, tidak lain cinta dalam konteks
plus-minusnya dunia. Tak dapat dibayangkan bila kehidupan dunia tanpa cinta
secuilpun. Namun sekali lagi cinta yang agung sering kali tak dapat berjodoh
dengan dunia. Parapemiliknya seringkali harus menjalani penderitaan dan
kegagalan.
Meski
dibumbui dengan ikatan cinta yang suci didalam sanubari dua sejoli, cinta yang
agung nyaris selalu berakhir dengan kegagalan. Sebuah tema filosofis yang tidak
akan pernah lekang dari zaman ke zaman selama manusia masih mau mempertahankan
dirinya sebagai manusia penjelmaan rahasia Yang Maha Rahasia. Jika pun kita
ingin menyoal lebih jauh mengenai keberadaan cinta cinta di bumi ini adalah
bagaimana cinta dihadirkan dalam dunia yang tak selalu lurus, cerah, dan
terkadang terang benderang. Dengan kata lain bagaimana cinta yang penuh kilau
cahaya dan manis melebihi madu dapat tumbuh berakar di bumi yang remang-remang,
bahkan gelap, masam bahkan pahit, sehingga sosok manusia pencinta hidup dibumi
dengan seluruh plus-minusnya, keriangan, dan kesedihannya.
*
* *
Tidak bermaksud berfoya-foya mengumbar kata milik romansa cinta, namun biarkan air kisah ini mengalir membawa teratai dengan bunga cinta diatasnya. Inilah Vita menuturkan kisahnya. Cinta, adalah sebuah titah dari Sang Pencipta, perasaan yang tidak mengenal kata mustahil. Semua rintangan dapat dilalui dan segala bahagia bisa diraih. Mukjizat yang rumit dalam sejarah dunia. Ia dapat membuat manusia bertahan dari akrab demgan pedang yang berkobar. Cintalah yang memberi warna pada pepohonan, binatang, serta air untuknya minum. Cinta adalah madu murni dan getah- getah lengket dijantung dan jiwamu. Cinta tak dapat menyakitimu, karena itu bukan tugasnya. Namun kuasa membuat banyak cinta menjadi bukan cinta. Cinta ialah berbagi dan melindungi. Cinta ialah menerima dan menyayangi. Cinta itu maya tak tergapai dan hanya cinta yang bisa masuk kedalam kepalamu lalu turun kehatimu lewat pembuluh hidupmu. Cinta itu tak berwarna, namun kadang kau melihatnya menjadi merah, hitam, biru ,atau hijau! Rahasia jari-jarimu dan penamu, apapun yang kau yakini. Tapi semuanya tak dimiliki oleh mulutmu. Mulutmu itu bukan kata-kata, namun fisik darinya tertulis dalam mata dan kedua telingamu.
* * *
Kali ini izinkan aku mengucapkan, satu kenyataan cinta dari seorang perempuan kepada kekasihnya. Mereka tumbuh dalam nama cinta, dan pergi menjalani cinta yang berbahaya. Mereka dua tubuh yang menjadi satu, mereka dua dunia yang menyatu. Mereka dua sifat yang dapat saling mengisi, dan mereka laskar yang setia akan cinta. Karena dunia, surga dan neraka ada dihati mereka, namun mereka tetap tulus dalam pernyataannya.
Sang perempuan punya suatu kesederhanaan dan kemuliaan, namun dia tak beruntung dalam hidup. Keluarganya terpecah , dia kehilangan pegangan. Sejak kecil dia selalu sendiri , hingga dia jadi rapuh akan keadaan. Sampai dia mengenal dunia yang sungguh terkutuk. Yang hanya ada ketidakpuasan, yang hanya ada tawa dan tawa tanpa sadar akan jurang terjal kehancuran didepannya. Sang Lelaki punya kemewahaan, namun ia tak menerima keberuntungan dalam hidup. Allah di surga berkenan akan keluarga. Mereka hidup dalam penyerahan dan ketololan iman yang nyata. Keluarganya sangat sayang kepadanya dan telah mempersiakan jalan hidupnya, namun sang lelaki memilih turun dari awan dan jatuh ke dunia yang gelap. Dia melepaskan pakaian kebesaran dari keluarganya lalu menghampiri sang perempuan. Dia mau ikut dalam lumpur demi mencari sebutir permata yang terselip jauh dalam sanubari sang perempuan. Dia mempertahankan nyawa demi sang perempuan dan tinggal disana sampai perempuan itu rela dan bersedia menyerahkan jiwanya. Namun orang-orang menghardik mereka atas cinta dan kebersamaan mereka , karena dunia bukan dunia yang peka akan cinta.
* * *
Kasih
mereka dimulai dari suatu dunia buangan bagi keluarganya. Dunia itu adalah
dunia yang sama-sama tidak mereka inginkan. Dunia itu dunia yang terpaksa, dan
mereka dipaksa diatas tuntutan nilai kasih yang palsu. Mereka saling tertarik
dan jatuh cinta atas kejadian-kejadian yang menghampiri hari mereka. Mata sang
lelaki yang tajam, hati yang tulus, perbuatan yang ikhlas akhirnya bersanding
bersama bibir yang manis dan hati yang haus sang perempuan. Saat itu juga
sayap-sayap abadi datang memeluk mereka kedalam sejahtera nan tunggal.
“Jangan
kau ada bersama perempuan itu hai anak baik! Jika kau sungguh sayang paada
orangtuamu dan hormat pada ayahmu. Demi masa depanmu, kumohon jangan kau sentuh
tangannya karena dengan tangan itu kau akan tercemar, hatimu tidak akan suci
lagi, tangan itu ialah tangan terkutuk yang hanya bisa melakukan perbuatan
dosa. Kumohon jangan juga tatap matanya. Karena dalam mata itu ada pemandangan
yang zina, disana hanya ada nafsu dan keserakahan. Mata itu adalah jendela bagi
iblis untuk merusak adat kesopanan dengan religiusmu. Kumohon jauhilah
perempuan itu, karena tubuhnya berbau busuk dan senyumnya senyum yang licik.”
“Kau
harus datang kerumah lelaki itu, bukankah kau sahabatnya? Bawalah air dari
tabib-tabib agar sembuh dari mantra perempuan jalanan itu. Bawalah padanya
nasihat-nasihat yang baik agar kau dapat membuka mata sahabatmu dari kebutaan
akan keinginannya sendiri. Tolonglah bapak dan ibunya yang tersakiti atas apa
yang dilakuakan anak lelakinya karena perempuan itu. Nyatakanlah padanya
ayat-ayat suci dan pengertian-pengertian agar hatinya tidak terpenjara dalam
kesalahan. Kau sahabatnya, dia lelaki yang baik ysng punys kemewahan dalam iman,
keluarganya adalah keluarga yang baik. Jangan biarkan perempuan itu merenggut
harta itu dari dalam dirinya.
“Hai
perempuan, janganlah kau tertawa, karena tawamu itu adalah rantai bagi pecinta
itu, gelombang tinggi bagi sebuah kapal dan hujan bagi burung-burung yang
sakit. Lihatlah kedalam cermin apakah layak kau mendapatkan suatu cinta. Lihatlah
dulu rumahmu, sudahkah seekor anjing betah tinggal disana? Sudahkah pergi
nlaba-laba dari kolong ranjangmu? Sudahkah tikus-tikus segan mendekatimu?
Jangan kau harap lebih dari apa yang disuguhkan untukmu. Bahkan seekor ikan
teri pun tak layak menjadi kawanmu. Lihat disana, disudut sana. Tempat para
lalat bermain-main, para kecoa tinggal, tempat bau-bau busuk menyebar, tempat
binatang kencing dan berhajat. Kami rasa disitulah tempatmu, karena kau sama
dengan sampah. Kau bahkan sampah yang paling kotor. Jangan kau harap cinta
datang padamu karena cinta itu sayap-sayap yang putih. Dia tak mau ada pada
seseorang yang kotor. Seorang yang berkusta, yang hina, yang kotor. Jangan kau
mengadah ke langit! Karena kau tak mengerti kesucian langit. Jangan kau menyebut
nama Tuhan! Karena kau adalah orang yang terkutuk.
“Coba
lihat mereka, suamiku, dia laki-laki yang bodoh. Begitu bencinya aku melihat
perempuan itu. Lihat suamiku, tidaklah jijik lelaki itu memeluk dan
membelai-belai dia? Sungguh kiranya bukan cinta yang ada pada mereka, tapi
kuasa-kuasa jahat.”
* * *
Waktu
memang terus melaju, seiring kata-kata yang mereka lontarkan. Kata-kata itu
laksanadebu-debu yang berkuasa masuk ke dalam mata sang perempuan. Kata-kata
itu laksana pisau yang melukai tubuh sang lelaki, sehingga jubahnya robek dan
darah mengucur dari jantung dan nadinya. Sayap-sayap ketabahan telah dipekakan,
namun akhirnya hanya tinggal Tuhan yang berkuasa. Sungguh tanah mana yang lebih
subur dari kedamaian? Pepohonan mana yang lebih hijau daripada kasih. Akar mana
yang lebih kuat dari kekuasaan sang Penguasa?
Pada hari ke 13 langit terduduk diantara geronggong kepedihan. Para manusia tertutup mulutnya di bawah payung-payung kebisuan. Tanah menjadi basah oleh air mata dari hati seorang bapak, dari hati seorang kekasih mulia, dari tangisan dan jeritan piru serta haru pengecoh duniawi. Lelaki itu akhirnya habis karena tusukan cintanya. Matanya hanya punya satu menit lagi, pada detik terakhirnya di dunia, dia berkata kepada kekasih tercintanya:
"Dengar saja aku, kekasihku, lihat mataku, biatkan orang-orang ini diam, karena semasa dulu mereka telah banyak bicara. Jangan pedulikan mata-mata mereka yang menelanjangi kita, biarkan kita dianggap hina. Semua itu sudah jadi madu pahit di mulut kita.
Kekasihku, akau akan sangat merindukan bibirmu, bibir yang penuh dan manis. Mereka tidak tahu bahwa di bibir ini ada kata-kata mahluk yang mulia, san pencinta. Bibir yang apa adanya, tanpa harus mencaci orang lain untuk diperhatikan. Bibir yang tidak berhak disentuh sekalipun oleh ayah ataupun ibumu, karena bibir ini rapuh, bibir ini nanar. Jagalah kesuciannya kekasihku, karena dunia ini terlalu kotor untuknya.
Kekasihku, aku akan sangat mendambakan mata dan rambutmu setelah ini, karena mata itu punya warna-warna yang indah. Warna-warna itulah yang mewarnai cinta dan melukiskannya. Cinta yang putih harus diwarnai dan untuk dijadikan berwarna harus ada sesuatu pengorbanan yang utuh. Kau punya itu kekasihku, sungguh jangan biarkan rangkaian itu pudar darimu. Lihat rumput itu, tetaplah berdiri di atas bahu di tengah sempitnya hati mereka untukmu. tetaplah tegak menantang terik. Jangan kau jadi orang-orang ini yang hanya terlindung dibawah payung-payung mereka.
Kekasihku, jaga ragamu, jaga jiwamu. karena tak ada yang dapat melangkahi nikmat darimu. Tali-tali jiwamu sungguh menjeratku, menjerat cintaku untuk tetap ada di suatu kenikmatan surgawi yang agu ng. Omong-omong kalau mereka berkata kau hina. itu bohong jika mereka berkata kau mengguna-guna, karena cinta lebih tahu dan mengerti akan hati ketimbang mata-mata yang fana. Suatu saat kekasih, mereka akan tahu bagaimana sejuknya dapat dicintai dan mencintai sepenuhnya. Tanpa harus tahu dari mana, bagaimana dan apa saja yang ada pada serpihan diri.
Kekasihku,
biarlah mereka tahu dari apa yang terjadi pada kita. Bukan dari kata-kata yang
kita ucapkan, katrena sungguh cintamu adalah surga bagi yang haus, yang lapar,
yang butuh cinta. Jaga cintaku, jaga hatimu. Dunia tak akan pernah menjadi
semakin muda muda. Air tak pernah bergerak naik, lihatlah matahari. Di sana ada
kesungguhan hidup, disana ada semangat yang menggelora dan kuat dari setiap
jiwa yang berhasrat pada cinta. Berdasarkan detak jantung kecil dalam perutmu,
rawat dia seperti kau meraewat aku selama ini. Walau kita tak pernah punya
pernikahan, lebih dari itu kita punya restu dari Maha Cinta.”
Sesudah
berkata demikian lelaki itu mengecup bibir sang perempuan, lalu pergi untuk
waktu yang abadi. Dia memenuhi panggilan Kuasa untuk hadir di mana kasih setia
abadi takkan pernah tersakiti lagi.
Lalu
perempuan itu berkata, “Kiranya kalian puas? Kini tidak ada yang aku pikirkan
lagi. Semuanya terserah kalian. Kalian punya hati, punya jiwa, punya perasaan. Bibirku
telah terkunci dalam kepedihan yang maha dashyat. Cinta itu abadi, cinta itu
mengerti, cinta itu tidak dendam ataupun dengki. Sungguh aku akan hidup dalam
cinta. Namun kini tinggal cinta yang separuh, tapi aku akan katakan pada kalian
semua, walau aku dan kekasihku terpisah raga, lihatlah di atas sana. Ada suatu
pernikahan yang agung untuk kedua hati kami. Hilangkanlah dalam hati segala
duniawi, karena apa yang kau lihat baik, tidak selamanya baik. Bukankah yang
terlihat itu fana?” perempuan itu berlalu, meninggalkan mereka yang lelap bisu.
Kini
perempuan itu terbaring disini, terbaring disisi mempelainya yang pergi meninggalkan
dia 50 tahun yang lalu. Wanita itu berjalan dengan kuat seperti diperintahkan
cintanya. Dia siap menyelami kesakitan hidup. Dia tak pedulipada dunia, tapi
dengan begitu dia justru mendapatkan dunia. Dia banyak mengajarkan kepada
setiap orang tentang hati yang abadi. Dia kuat diatas pukulan-pukulan keadaan,
dia jatu dalam kejatuhannya, dia mulia dalam pengharapan. Kini dia telah
berhasil melalu berpuluh tahun tanpa kekasih disisinya, tanpa air mata
dijiwanya. Aku menaburkan bunga di atas pelaminan ini, lalu aku pergi.
“Terima
kasih, Ibu, aku bangga padamu. Kini kau pasti sedang melepas rindu bersama
suamimu. Ayah, peluklah dia, siramilah kehausan hatinya akan engkau.”
No comments:
Post a Comment