Wednesday, February 17, 2016

Konsep Generalisasi -> Diskriminasi?, Mewaspadai Berita Asing = Bijak Bergeneralisasi

Share it Please



Disclaimer: Diskusi kali ini perlu dinyatakan sebagai sebuah esei terbuka, mengingat isu sensitif yang melatarbelakangi kemunculannya. Segala konten baiknya dicermati sebagai sebuah pemikiran argumentatif, bukan persuasif.
 Tulisan ini mengangkat tema tentang realita dahulu, sekarang, dan mungkin masih ada di masa depan.
 
Pertama-tama izinkan saya bertanya beberapa hal.. Pernahkah anda mengalami situasi seperti berikut:  Misalkan anda memiliki seorang teman orang jawa. Ia sangat menyukai tempe. Lalu apakah anda dan saya bisa mengatakan bahwa orang jawa itu suka tempe?. Dan sekarang saya berteman dengan orang Sunda, ia sangat senang berhias, kemanapun ia akan pergi atau dirumah sekali pun, ia selalu bersolek. Dalam hal ini bisakah kita mengatakan bahwa orang sunda itu suka berdandan? Sekarang coba kita berjalan lebih jauh lagi, misalkan kita punya bertemu dengan orang Prancis, namun saat kita sapa ia malah memalingkan wajahnya. Apakah kita lantas mengatakan bahwa orang Prancis itu sombong-sombong?
Dalam sebuah kehidupan, khususnya kehidupan manusia bermasyarakat mau tidak mau, sadar ataupun tidak sadar pasti seseorang itu sering melakukan sebuah analisa atau penilaian terhadap suatu hal. Analisa maupun penilaian ini mungkin dilakukan ketika mengamati sesuatu atau hanya sekedar ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi. Seperti pada contoh misalkan kita berteman dengan orang dari kota X, lalu ia sering berbohong, lantas kita bilang kepada orang-orang “jangan berteman dengan orang dari kota X, mereka pandai bersilat lidah. Hal tersebut sangat sering terjadi didalam kehidupan sosial kita, yang mana satu hal baik maupun buruk menjustifikasi dan menentukan nasib keseluruhan suatu komunitas. Ketika seseorang melakukan sebuah analisa, yang mana analisa-analisa sebuah fenomena tersebut menjurus pada suatu kesimpulan umum maka, tahapan tahapan tersebut dalam sebuah kajian ilmu mantiq atau logika disebut generalisasi.
Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online, generalisasi /ge·ne·ra·li·sa·si/ (n)  memiliki empat macam arti yaitu: 1 perihal membentuk gagasan atau simpulan umum dari suatu kejadian, hal, dan sebagainya; 2 perihal membuat suatu gagasan lebih sederhana daripada yang sebenarnya (panjang lebar dan sebagainya); 3 perihal membentuk gagasan yang lebih kabur; 4 penyamarataan. Contoh dari generalisasi sebagai berikut:

"Christiano Ronaldo ialah pemain sepak bola, dan ia sangat kaya dan berwajah tampan"
"Lionel Messi ialah pemain sepak bola, dan ia sangat kaya dan berwajah tampan"

Generalisasi: Semua pemain sepak bola sangat kaya dan berwajah tampan. Pernyataan “semua pemain sepak bola sangat kaya dan berwajah tampan” hanya memiliki kebenaran probabilitas karena belum pernah diselidiki kebenarannya.

            Berangkat dari kerangka pikir dan postulasi diatas, saya akan mengulas mengenai kasus terorisme yang eksistensinya sering menjadi viral di media. Mengapa membahas tentang terorisme, tidakah ada topik lain yang lebih menarik? Alasannya ialah karena konsep generalisasi bisa mengarah kepada diskriminasi dan pencemaran nama baik. Misalnya, bila menanyakan tentang terorisme kepada orang yang tinggal diluar sana, jawabannya dipastikan mengarah kepada islam dan timur tengah. Hal itu wajar karena mereka belum memahami suatu fenomena dan generalisasi masih dijunjung tinggi. Tidak bermaksud mengkondemnasi teorema penyamarataan, namun hal ini tentu menimbulkan diskriminasi yang tidak tersadari.
            Dalam beberapa kasus, misalkan sebuah bom diledakan di tanah eropa, kemudian diketahui pelaku pemboman itu ialah seorang militant yang mengklaim dirinya berjihad atas nama islam. Atau misalkan sebuah bom meledak di kota Ankara Turki atau di Damakus Suriah , lantas apakah kita bisa mengatakan bahwasanya islam adalah teroris, dan negara-negara di timur tengah ialah negara konflik dan sarangnya teroris? Bila kita menganut postulat generalisasi, pasti kita akan mengatakan “ya”. Namun bila kita mencoba berpikir kritis, tentunya jawabannya akan lain lagi. Lalu hal-hal apakah yang memfasilitasi teorema ini sehingga ia mengalir dengan muara kondemnasi menuju lautan diskriminasi? Saya berhipotesis bahwa medialah yang salah satunya menjadi agen dalam penjamuran ini. Media baik itu cetak maupun elektronik, memiliki kepentingan dan ideology tertentu.  Hal ini sejalan dengan pernyataan dari salah seorang dosen mata kuliah saya, ibu Gin Gin, yang menyatakan bahwa  “all texts are biased” (Gustine, 2012). Ini dalam artian bahwa setiap teks ataupun berita tentu berat sebelah, akan memihak untuk kepentingan tertentu. Ia akan berlindung kedalam ideology yang ia glorify dan berpihak kepada pihak tertentu, seperti pihak yang mendanainya. Contohnya, kita mungkin masih ingat akan hangatnya dua kubu media besar swasta pada saat pilpres Indonesia 2014 April lalu. Clash yang cukup panas pada waktu itu. Media yang satu memihak dan mengekspos kepada calon presiden nomor satu sedangkan media yang lain juga memihak dan memberitakan capres lainnya. Dan hal ini dikhawatirkan berujung kedalam provokasi dan kampanye buruk yang bisa menciptakan kebencian kedua belah pihak dan presepsi masyarakat.
From: https://missiongalacticfreedom.wordpress.com/2014/03/09
Belakangan ini kita sering sering mendengar berita berkaitan dengan aksi penyerangan di luar negeri. Ini bukan berita baru lagi bagi mereka yang sering mengikuti berita terkini. Anehnya, rentetan penyerangan yang dilakukan oleh pihak tertentu seringkali memojokkan satu pihak sehingga mengiring publik untuk "berpikir" bahwa aksi tersebut tidak lain dan tidak bukan dilakukan oleh pihak yang digambarkan media sebagai "pelaku". Media asing seringkali memakai kata yang bermakna negatif ketika merujuk pada penyerangan di kawasan barat namun memakai kata yang identik bermakna positif ketika menggambarkan penyerangan di kawasan berpenduduk muslim. Bagi mereka yang memahami kaedah pemakaian kata dalam Bahasa Inggris maka bisa memahami maksud dan tujuan penulis berita. Berikut saya mencoba memberikan contoh bagaimana pemakaian kata "attack" oleh beberapa media asing ketika memberitakan kejadian di tempat yang berbeda.

Cobalah ketik keyword "Paris attack" maka anda akan dengan mudah melihat antrian berita menjadi viral beberapa hari ini. Jika anda jeli membaca berita maka anda akan melihat bagaimana media barat memberitakan penyerangan dengan menggunakan kata "attack". Saya menulusuri tiga berita terkenal dan melihat bagaimana pemakaian kata "attack" di ketiga media ternama ini dengan membedakan isi berita antara "paris attack" dan "Palestinian attack". Sumber berita saya kutip dari UK DAILY MAIL (UK), CNN (USA), FOXNEWS (USA). Kita coba telaah dengan kaedah penggunaan bahasa yang sederhana, tidak perlu menganalisisnya dengan transitivity system besutan ahli linguistic Prof. Halliday karena akan terkesan rumit, cukup dengan telaah sederhana saja dengan sedikin berguru kepada ilmu semantik.  Berikut penjelasannya:

CNN (BERITA 15 NOVEMBER 2015)
CNN mengambarkan serangan yang terjadi di Paris dengan memakai tiga frasa yang berbeda.
1. Suicide bomber
2. Paris massacre
3. Terror attacks
Ketiga frasa yang digunakan CNN bermakna negatif jika merujuk pada makna bomber, massacre, attacks. pemilihan kata sangat berpengaruh untuk menggiring pembaca terlebih mereka yang hanya membaca secara skimming atau scanning.

CNN (NOVEMBER 12, 2015)
Silahkan bandingkan dengan keyword yang sama "palestinian atttack" maka anda akan mendapatkan berita yang sangat jauh berbeda. Lihatlah frasa yang digunakan CNN dibawah ini.

1. Man killed in Israeli security action (judul utama CNN)
2. Arrest process was taking place
3. Family members attacked Israel authorities and was shot
4. Israel action takes place againts a backdrop of stabbing and other attacks on Israel citizens.

Jika kita jeli maka dengan mudah kita bisa melihat bagaimana si wartawan sangat berpihak kepada Israel. Penggunaan kata "killed" dalam judul utama menggambarkan bagaimana pihak israel terbunuh dalam aksi yang mereka sebut pengamanan. Kalimat seperti ini adalah bentuk pembelaan seakan mereka tidak bersalah dalam operasi yang mereka lakukan yang menyebabkan seorang pihak palestina terbunuh (padahal jelas ini adalah serangan yang mereka rencanakan).

Di kalimat ketiga kita melihat bagaimana si wartawan masih membuat kalimat pembelaan dengan menggunakan kata "attack". Di kalimat ini digambarkan bahwa salah satu anggota keluarga menyerang pihak berwenang dan kemudian di tembak. Perhatikan bagaimana pemakaian kata "attack" dalam kalimat ini yang bermakna negatif, sementara ketika pihak israel melakukan kesalahan makan wartawan memilih kata yang sangat bagus guna menyembunyikan makna negatif. Lihat lebih lanjut kalimat nomor 5 menggambarkan aksi pihak israel disebabkan faktor aksi penusukan dan serangan lainnya terhadap warga Israel. Jelas sekali pada kalimat ini ketika menggambarkan aksi pihak Israel maka kata "attack" tidak disematkan. Sebaliknya frasa "other attacks" merujuk pada pihak palestina. Perhatikan bagaimana media barat sangat pandai menggunakan kata "attack". Kemanakah mereka berpihak? Silahkan analisa sendiri dari sejumlah kalimat diatas.

FOXNEWS (BERITA 12 NOVEMBER 2015)
1. Attempted stubbing attacks
2. Wave of knife attacks
3. Dozen Israelis have been killed and scores injured, while more than 70 Palestinians have been killed carrying out attacks of in mob violence directed at Israel security forces.

Ok, sekarang perhatikan bagaimana media Amerika menggambarkan berita yang sama dengan memakai kata "attacks". Dua frasa nomor 1 dan 2 memakai kata "attacks" yang menggambarkan makna negatif tertuju pada pihak Palestina. Frasa nomor 1 bahkan condong seperti serangan penusukan yang memang karena faktor kensengajaan, tambahan kata "attempted" membuat makna kata "attack" menjadi lebih berkonotasi buruk karena ada unsur percobaan dalam tindakan tersebut. Lain lagi dengan kalimat nomor 2, penyematan kata "wave" seakan menyelipkan makna penyerangan yang begitu banyak, ditambah pemakaian kata "knife" makin mempertajam makna kata "attack" yang lagi-lagi bermakna negatif.

Uniknya di kalimat nomor 3 CNN menggambarkan bagaimana banyaknya korban di pihak Israel dengan memakai kata "dozen" dan kalimat dibuat dalam bentuk pasif. Sementara kalimat lanjutan menggambarkan lebih dari 70 pihak pelestina dibunuh disebabkan mereka melakukan aksi penyerangan (attacks) dalam kerusuhan yang ditujukan ke pihak keamanan israel. Lagi-lagi kata "attacks" disematkan pada Palestina agar pembaca tergiring untuk memahami bahwa pihak Israel membunuh pihak Palestina karena disebabkan mereka menyerang pihak Israel. Jadi, mereka yang hanya membaca tanpa memahami bisa terbawa dengan mudah mengikuti arus si penulis. Pihak CNN selalu memakai kata yang bermakna positif ketika memberitakan pihak israel tapi mudah sekali menyematkan kata "attacks" ketika merujuk pada pihak Palestina. Benar-benar licik.

JUMLAH KORBAN ???
Bila anda mau melihat bagaimana media barat menggambarkan jumlah korban serangan di paris dan Palestina serta Syria. Silahkan ketik keyword berikut.

VICTIMS OF SYRIAN ATTACKS

Bagaimanakah dengan hasilnya?

CNN (BERITA 18 APRIL 2015)
1. 310. 000 have been killed
2. 12.2 million need immediate life-saving aid.

AlJAZIRA (BERITA 7 AGUSTUS 2015)
 1. Quarter of a million people died. Including 12.000 children since march 2011
 2. 240.381 died according to Syrian observatory for human rights (SOHR)

Jika melihat dari sumber CNN gambaran korban tidak begitu banyak,? namun fokus lebih ke banyak pada mereka yang membutuhkan bantuan (kalimat nomor 2). Bandingkan dengan sumber Al Jazira, jumlah korban lebih rinci termasuk anak-anak yang menjadi korban perang sekitar 12 ribuan dan 240 ribuan korban berdasarkan pantauan pihak pemntau HAM. Media barat akan memberikan info rinci tentang korban serangan di paris berikut foto (baca UK daily mail), namun begitu memberitakan korban di Syria dan palestina mereka begitu enggan merincikan jumlah korban.

PALESTINIAN VICTIMS CNN (BERITA 6 AGUSTUS 2014)
1. 1800 death toll, 10.000 wounded
2. Nature of the battlefield
3. 1.8 millions people live in Gaza, 139 square miles area
4. Cramped living Airtrikes happen
5. Shell lands
More people in small area

Result ?
HIGHER DEATH TOLLS

CNN menggambarkan bagaimana keadaan lapangan ketika tejadi pertempuran. Mereka memperlihatkan fakta jumlah penduduk Gaza yang tinggal di area dengan kuas 139 mil persegi dimana lokasi sempit dan ketika serangan udara terjadi dan membuat korban berjatuhan lebih banyak. Fakta yang ditampilkan seakan memperlihatkan pembenaran kepada pihak Israel bahwa mereka tidak bisa menghindari korban jatuh akibat serangan udara karena faktir kepadatan penduduk yang menetap di area sempit. Pertanyaan penting, SIAPA YANG MENYEROBOT TANAH PALESTINA? jelas jawabannya pihak Israel. Jadi, intinya mereka mencari seribu alasan agar pihak luar tidak menyalhakan mereka. Maka media yang pro kepada mereka selalu memakai kata-kata indah untuk menggiring pembaca.  
Ini merupakan beberapa gambaran hanya dari 4 sumber berita ternama di dunia. Belum lagi jika merujuk ke media barat lainnya yang kebanyakan menggambarkan kata-kata negatif dalam setiap pemberitaan mereka. Silahkan ketik kata kunci "attack" dan bandingkan bagaimana gambaran berita tentang penyerangan di paris dan penyerangan di negara-negara Islam. Pahami penggunaan kata dalam konteks kalimat maka anda akan memahami ke arah mana tujuan si penulis.  
Atas hal ini saya hanya ingin mengungkapan bahwa pada saat membaca atau melihat berita, berhati-hatilah dalam mencerna berita dari media asing. Mereka selalu memojokkan islam dengan kata-kata pilihan yang akhirnya memperjelek gambaran tentang Islam. Bijaklah dalam memahami berita, lihat perbandingan antara satu media dengan media lainnya. Sangat sulit mempercayai media barat di jaman canggih seperti ini. Apa yang terjadi dilapangan bisa saja di manipulasi dan digambarkan berbeda sehingga banyak orang sesat dalam mengambil kesimpulan. Tidak hanya untuk media asing saja, besikap hati-hati dalam mencerna pemberitaan dari berita lokal maupun nasional juga amat diperlukan. Kita yang sudah bisa mengakses berbagai informasi dari berbagai sumber sepatutnya sudah terbiasa dengan pola berpikir kritis, jangan sampai kita mudah terbawa oleh hasutan ataupun pemberitaan dari media yang sepihak.

4 comments:

  1. Keren mr. Ori. Wah panjang-panjang eum artikelna...keren..komo pami dioptimalkeun SEO na

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah thanks Mr.Arif udah mampir hhe.. Engga mudeng aku seo nih hhe

      Delete
  2. Analisa yang cukup menarik. Thx sharingnya.

    ReplyDelete

Social Share Icons

Blogroll

About